Tantangan Sumber Daya Manusia Indonesia dalam Menyongsong Revolusi Industri 4.0

Ditulis oleh :

Erlina 10215081

Ajraini Nazli 10315006

Nur Hesyati Rosalinda S. 10315024

Raka Satrya Pribadi 10415004

Dewi Ayu Setiyaningsih 10515033

Christopher Chandra 10515071


Gambar 1: Tahapan revolusi industri (Dutt, 2018).

Revolusi industri telah menjadi alasan digunakannya semua teknologi yang kita gunakan saat ini. Pertumbuhan produksi, efisiensi, efektivitas yang mulanya dibatasi karena kemampuan manusia saja, diperbaiki oleh adanya revolusi di bidang industri. Revolusi industri secara umum telah membantu manusia dalam banyak hal, termasuk pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri. Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017).

Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktivitas manusia dalam skala ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty) global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat. Tiap negara harus merespon perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat dikelola menjadi peluang.  Indonesia pun pada hakikatnya akan terdampak revolusi industri 4.0 ini, dimana dampak negatif dari revolusi industri 4.0 diantaranya adalah ancaman pengangguran akibat otomatisasi, kerusakan alam akibat eksploitasi industri, serta maraknya hoax akibat mudahnya penyebaran informasi. Dan untuk dapat bersaing di era revolusi ini, Indonesia perlu memperbaiki dan menambah sektor-sektor baru dalam hal teknologi informasi. Tak hanya masalah komputer, namun infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia yang kompeten juga dibutuhkan untuk menyelaraskan Indonesia berpacu dengan negara lain dalam mengejar revolusi industri 4.0. Selain itu, Indonesia masih memerlukan pemerataan teknologi di beberapa daerah, karena tidak dapat dipungkiri bahwa pada beberapa bagian di Indonesia mungkin masih mengacu pada revolusi industri kedua atau ketiga pada hari ini. Pencerdasan masyarakat juga perlu digalakkan guna mendukung laju Indonesia untuk berlomba di era teknologi digital ini.

Kami, perwakilan mahasiswa ITB, telah mengadakan kuesioner mengenai revolusi industri 4.0 di kalangan mahasiswa (umur 20-23 tahun) di daerah Bandung. Dari data yang diperoleh dapat didapatkan beberapa hal. Pertama, sebagian besar responden mengetahui dengan baik mengenai revolusi industri 4.0 dan berpendapat bahwa Revolusi Industri 4.0 berbicara tentang otomatisasi dan digitalisasi di industri. Kedua, responden berpendapat bahwa revolusi industri 4.0 berpengaruh signifikan terhadap kehidupan manusia, terutama pada kecanggihan teknologi dan kemudahan akses digital yang berpengaruh pada pola piker manusia. Dengan kata lain, era revolusi industri 4.0 yang mengintegrasikan pemanfaatan teknologi dan internet yang begitu canggih dan masif berpengaruh terhadap perilaku dunia usaha dan dunia industri, serta perilaku masyarakat dan konsumen pada umumnya.

Perubahan yang terjadi pada era industri 4.0 ini akan berpengaruh terhadap karakter pekerjaan, sehingga keterampilan yang diperlukan pun akan berubah. Selain mengembangkan teknologi dan infrastruktur, SDM pun perlu dipersiapkan untuk menghadapi revolusi industri 4.0, agar dampak negatif dari era revolusi ini, seperti ancaman pengangguran, dapat terantisipasi. Dan bagi Indonesia itu sendiri, kesiapan Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang salah satu indikatornya terlihat dalam Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) berada pada posisi 45 dunia pada tahun 2018.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa selain pengembangan teknologi dan infrastruktur, kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh sumber daya yang berkualitas. Pendidikan sangat berpengaruh dalam menciptakan SDM yang berkualitas, sehingga dunia pendidikan dan industri harus mampu mengembangan strategi transformasi industri dengan mempertimbangkan sektor SDM yang memiliki kompetensi di bidangnya. Selain itu, perlunya mengubah sifat dan pola pikir anak-anak muda Indonesia saat ini serta memberi pengetahuan mengenai pentingnya peran sekolah dan atau perguruan tinggi dalam mengasah dan mengembangkan bakat generasi penerus bangsa. Hal ini diperlukan karena masih banyak anak-anak muda Indonesia yang tidak berpendidikan tinggi.

Dari sekian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa di daerah Bandung, yang termasuk ke generasi milenial, memiliki wawasan yang cukup terkait revolusi industri 4.0 bahwa revolusi industri 4.0 berbicara tentang otomatisasi dan digitalisasi di industri dan berpendapat bahwa Revolusi industri 4.0 berpengaruh signifikan terhadap kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di era teknologi digital, perubahan pola industri baru, otomatisasi pekerjaan dengan sistem robotika dan internet of things (IoT). Selain itu, perubahan yang terjadi pada era industri 4.0 akan berpengaruh terhadap perubahan jenis pekerjaan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia  (SDM) yang kompeten, inovatif dan adaptif terhadap teknologi untuk mengatasi pengangguran dan dampak buruk lainnya. Sehingga untuk menyiapkan hal tersebut, kami merekomendasikan generasi milenial harus memiliki kemampuan belajar yang tinggi serta kemampuan mengolah data dan menyerap informasi untuk mengikuti perubahan yang sangat cepat. Pemerintah juga perlu memberikan fasilitas yang mendukung dalam menyiapkan generasi milenial agar produktif dan mampu bersaing dengan negara lain seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi.

Daftar Pustaka

Burhan Bungin, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, Dan Kebijakan Publik Ilmu-ilmu Sosial Lainya. Jakarta: Kencana, hlm. 122.

Clark BR., 1997, The Modern Integration of Research Activities with Teaching and Learning, J. Higher Educ.

Cooper, Donald R., dan Pamela, S. Schindler. 2006. Metode Riset Bisnis, Volume 1. PT Media Global Edukasi. Jakarta

Dimock, M. (2019). Defining generations: Where Millennials end and Generation Z begins [online].

Donmoyer, Robert., 2008, Penelitian Kuantitatif, hal. 713, Given

Dutt, P. K. (2018). How Humans Are Empowering Digital Transformation In Industry 4.0 [online] https://www.netobjex.com/how-humans-are-empowering-digital-transformation-in-industry-4-0/

Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. (2016). Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios. Presented at the 49th Hawaiian International Conference on Systems Science.

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/tantangan-indonesia-dalam-menghadapi-revolusi-industri-40/

Irianto, D. (2017). Industry 4.0; The Challenges of Tomorrow. Disampaikan pada Seminar Nasional Teknik Industri, Batu-Malang.

Julian Hoppit, “The Nation, the State, and the First Industrial Revolution,” Journal of British Studies (April 2011) 50#2 pp p307-331.

Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B., Kao, H., (2013). Recent Advances and Trends in Predictive Manufacturing Systems in Big Data Environment. Manuf. Lett. 1 (1), 38–41.

Lucas, Robert E., Jr. 2002. Lectures on Economic Growth. Cambridge: Harvard University Press.

Mardalis. 2006. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhamad, 2008. Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 103

Sudijono, A. (2007). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.